Rumah itu
Aku terpekur
di sini. Seorang diri. Memiliki beberapa orang teman tak berarti membuatku
selalu bermain dan bercanda. Berbicara saja aku jarang. Mungkin memang nasibku
harus selalu berdiam sambil memperhatikan mereka yang ada di sekitarku.
Hei lihatlah betapa bahagianya dia, selalu
diajak bicara, diajak jalan-jalan, dan selalu disayang. Bahkan, hari ini
kulihat dia dibelikan baju baru yang kutahu itu pasti dibeli dengan harga yang
tidak murah. Tubuh semampai dan proporsional yang dimilikinya memang selalu
mencuri perhatian setiap orang. Beberapa hari yang lalu rumah barunya sudah
berdiri. Peralatan untuk minum teh terhidang setiap sore. Kegiatan rutin yang pasti
menyenangkan. Dalam rumah baru dan keluarga yang lengkap.
Keluarga
lengkap yang hangat. Ibu, ayah, beserta dua anak perempuan yang cantik. Dia
selalu menghampiri keluarga itu setiap datang, tanpa memperhatikanku sama
sekali. Keluarga lengkap yang hangat dan bahagia. Dalam lemari itu, disimpannya
baju-baju yang indah itu dengan rapi. Setiap hari pakaiannya diganti, tak lupa
rambut indahnya pun disisir. Rumah besar nan lengkap itu dibersihkan dan
dirapikan setiap hari.
Aku iri?
Ya, sangat iri.
Keinginanku
untuk menjadi seperti dia sudah tumbuh sejak dulu. Rumah yang mewah dan
keluarga yang lengkap. Tak lupa bercanda dan bermain setiap hari. Namun itu
dulu. Semuanya berubah saat gadis cantik itu merayakan ulang tahunnya yang
kedelapan.
Rumah yang
selalu dirawatnya, keluarga lengkap yang bahagia telah berpindah ke dalam
kardus di gudang belakang. Dan Kini berganti dengan meja berisi komputer harga
mahal hadiah ulang tahun dari orang tuanya. Terlalu banyak yang berganti dan
berubah, seperti keluarga boneka Barbie itu. Namun aku, bingkai tua tempat foto
bayi cantik yang imut masih setia di dinding kamar. Tak tergantikan.
No comments:
Post a Comment